Nasab para habib (habaib) telah terbukti tidak tersambung kepada Nabi Muhammad SAW. Kajian pustaka dan DNA telah membuktikannya dengan presisi. Secara pustaka, berita-berita dari kitab abad ke-9 tentang klaim para habib baalawi yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan dari Nabi Muhammad tertolak oleh berita dari kitab-kitab yg ada pada abad-abad sebelumnya.

Nasab Habaib Habib Baalawi Terbukti Tidak Tesambung kepada Nabi Muhammad SAW

Adapun berita-berita dari kitab-kitab abad ke-9 ke atas seperti kitab Al-Burqoh al-Musyiqoh, Al-Jauhar Asy-Syaffaf, Thobaqoot al-Khowash (yang menjadi pegangan dan rujukan Ustaz Idrus Ramli, seorang muhibbin dan pembela baalawi), telah terbukti tertolak oleh berita dari kitab-kitab yang lebih tua seperti kitab Tahzib al-Ansab, Al-Majdi, Al-Muntaqilaat at-thaalibiyyah, Syajarah al-Mubaarokah, dan banyak lainnya.

Terbukti bahwa, klaim para habaib bahwa nenek moyang mereka yg bernama Ubaidillah itu bukanlah anak dari Sayyid Ahmad bin Isa. Dan itulah faktanya selama 550 tahun demikian adanya. Bahkan jika ditelusuri secara mendalam dari sumber-sumber sejarah yang valid, maka dapat dikatakan bahwa sosok yang bernama Ubaidillah ini hanyalah tokoh Fiktif semata alias tidak ada wujud manusianya.

Selain itu, terdapat bukti pendukung lainnya yaitu, hasil uji test DNA para habib baalawi ini ber-DNA yahudi Askenazy atau berhaplo group G, hal yang menunjukkan bahwa mereka itu bukanlah keturunan dari Nabi Ibrahim Alaihissalam yang berhaplo Group J1. Peneletian mendalam tentang Test DNA para habib baalawi dilakukan oleh DR. Sugeng Sugiharto dari BRIN. Sejalan dengan ini, jika anda meneliti tentang Yaman dan Yahudi Askenazy melalui kajian ilmu Filologi, akan menemukan fakta yang sama. Ahli filologi Indonesia, Prof. DR. Manachen Ali, memaparkan sangat jelas tentang hal ini, dengan menyertakan data-data filologi yang ditemukannya.

Dengan sangat jelas dan terang benderangnya data dan fakta penemuan tersebut, maka masihkah anda akan meyakini bahwa para habib baalawi itu sebagai keturunan Nabi Muhammad? Masihkah anda akan terus membela klaim para habib tersebut? Mungkin anda takut kualat?

Dalam beragama Islam, membela sesuatu yang batil (haram) adalah termasuk perbuatan dosa (ma`siyat). Dan membela klaim yang tidak sah alias haram, sama halnya anda telah menolong orang atau kelompok orang untuk melakukan dosa, dan apalagi jika perbuatan dosa ini sangat berhubungan dengan merusak marwah dari Baginda kita Nabi Muhammad SAW dan para zurriyyah Nabi yang asli.

Telah banyak kerusakan yang dilakukan oleh kalangan habib baalawi. Di mana mereka memanfaatkan klaim datuk mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad untuk memobilisasi umat untuk kepentingan strata sosial mereka, memenangkan politik, dan meninggikan budaya yaman mereka, hingga memperkaya ekonomi mereka. Bahkan mereka mendelegitimasi pemerintah yang Sah dengan ujaran-ujaran kebencian, fitnah2an, dll. Mereka pun tidak segan-segan mencaci maki para ustazd atau kiai yang tidak sejalan dengan mereka, tidak seorganisasi dg mereka. Untuk menunjang maksud-maksud seperti itu, mereka pun mengajarkan kepada umat doktrin-doktrin bermasalah yang hanya berorientasi kepada bagaimana meninggikan setinggi-tinginya nasab mereka, dan mewajibkan umat utk memuliakan mereka, bahkan walau mereka itu mekalukan kejahatan apapun, tetap wajib dimuliakan. Di saat yg sama, mereka merendahkan serendahnya kedudukan para kiai Alim Ulama yang bukan dari kalangan habib baalawi. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dg AlQuran maupun Sunnah Nabi Muhammad, di mana Rasulullah menjadikan para alim Ulama itu sebagai pewaris-Nya.

Tidak sampai di situ saja, mereka pun terbukti telah merubah sejarah NKRI, mengklaim diri sebagai pahlawan bangsa NKRI, membuat makam-makam palsu, membaalawikan banyak kiai-kiai nusantara, membaalawikan para Wali Songo, menyebarkan berita hoax bahwa wali songo tidak memiliki keturunan, menganjurkan untuk menfitnah, dll. Pola terstruktur secara masif seperti ini sebenarnya juga terbukti dilakukan oleh para datuk mereka dengan menulis buku-buku sejarah yg berkaitan dengan suatu tempat atau pun berkaitan dg kemuliaan nasab mereka, di mana mereka menulis berita yang tidak memiliki sumber yang dapat dijadikan rujukan, bahkan terkesan sebagai Usaha dalam rangka mengaburkan sejarah dan menutupi kebatilan nasab mereka, dan menempatkan nasab mereka dalam kedudukan strata sosial yang paling tinggi dan wajib dimuliakan oleh semua umat Islam di seluruh dunia. Makanya, anda akan mendengarkan pidato mereka atau tulisan dalam buku2 mereka, seperti merendahkan Sayyid Abdil Qodir al-jaelani, dan meninggikan Faqih Muqoddam, dan datuk mereka lainnya. Mereka merendahkan al-Barjanzi dan menggantinya dengan simtuddurror, dll, mereka meninggikan thoriqoh al-haddad dan merendahkan banyak thariqoh yang lainnya, walau kemudian amalan thoqirah al-haddad itu sendiri diduga adalah milik dari Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifa'i pendiri Tarekat Rifa'iyah.

Tetapi seorang kiai dari Banten yang bernama KH. Imaduddin Ustman al-Bantani, telah berhasil mengungkap semua hal tersebut dan membangunkan semua orang agar segera sadar dan mengambil tindakan sebelum para habaib ini menambah berbagai kerusakan yang lebih banyak lagi yg dapat merusak kesatuan NKRI, kemurnian dalam beragama, persaudaraan sebangsa dan setanah air.

Para sahabat semuanya,
Haq-nya Nabi Muhammad Rasulullah hanya ingin dirinya dinisbatkan kepada keturunannya yang asli saja, bukan yang ngaku-ngaku alias yang palsu.

Allah telah melarang para sahabat Nabi dan umat Islam untuk menisbatkan Zaid bin Haritsah sebagai zaid bin Muhammad, walaupun zaid itu adalah anak angkat Nabi Muhammad. Seseorang yg disukai oleh Rasulullah dan juga para sahabat karena dapat menjadi jembatan bagi Umat Islam untuk bisa berjumpa langsung dg Nabi.

Kemudian Usamah bin Zaid, putra kandung Zaid, juga termasuk orang yang disayang nabi, ketika suatu ketika kepalanya berdarah, maka dengan bibirnya yang mulia, Nabi Muhammad menghilangkan darah tersbut.

Ketika Sayyidah Ummi Salamah, ummul mu`minin, istri tercinta Rasulullah, yg membawa aspirasi para sahabat, tetapi usulan dari para sahabat tersebut ditolak oleh Nabi Muhammad, di Mana Nabi melarang umat Islam memanggil Zaid bin Muhammad.

Allah berfirman:
اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْۗ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمً

Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Karena tidak terbukti bahwa Ubaidillah itu adalah putra dari Sayyid Ahmad bin Isa, maka haram hukumnya menyebut Ubaidillah bin Sayyid Ahmad...